Tobat Sebagai Jalan Menuju Kesuksesan
Dalam sebuah riwayat Rasulullah Saw pernah didatangi malaikat, yang
kemudian membedah dada beliau, untuk disucikan lalu disi dengan sifat-sifat
mulia. Peristiwa itu tidak hanya terjadi sekali, namun sampai tiga kali. Yaitu sewaktu beliau berusaia 4 tahun, saat beliau
berusia 10 tahun, dan saat beliau berusaia 50 tahun. Dalam literatur sejarah Islam peritiwa itu
dikenal dengan syakku sahdri ( pembedahan dada Rasulullah).
Dalam perjalanan hidup menuju kesempurnaan dan kebahgaiaan selalu dimulai dengan mensucikan jiwa. Jika Rasulullah sendiri diperlukan pembedahan seperti itu, maka, bagi kita umatnya yang dapat kita lakukan melalui sebenar-benarnya taubat (taubatan nasuha).
Taubat ini sangat esensial terkait dengan perjalanan hidup kita kemudian.
Bahkan, para nabi pun memerlukan diri untuk bertaubat sebelum melangkah memulai
perjalanan sucinya. Ketika kali pertama Nabi
Adam menginjakkan di muka bumi, yang ia lakukan
adalah bertaubat.
Kalimat yang sering kita dengar: Rabbana dhalamna anfusana waillam taghfir
lana watarhamna lanakunanna minal khasirin. (Ya Tuhan kami, sesungguhnya
kami telah menganiaya diri kami, jika Engkau
mengampuni kami dan merahmati kami niscaya kami termasuk orang-orang
yang rugi).Setelah pertaubatan itu, melangkahlah Nabi Adam yang kemudian memakmurkan
bumi ini secara berkelanjutan.
Nabi Musa yang dikenal gagah perkasa itu bertaubat dengan meminta ampun setelah
memohon agar Allah Swt memeprlihatkan zat-Nya untuk memperkuat iman Musa. Saat
Allah hanya memperlihatkan cahaya-Nya, melelehlah bukit, dan Musa yang perkasa
itu pingsan. Permintaan agar Allah memperlihatkan diri itu akhirnya ia sesali,
dan memohon ampunlah Musa kepada Allah. Subhanaka tubtu ilaika wana awwalul
mukminin. (Maha suci Engkau, aku bertaubat kembali kepada-Mu, dan aku menyatakan
orang pertama yang beriman). Musa
bertaubat.
Dalam taubat terkandung ketulusan, keikhlasan, pengakuan akan keagungan Allah. Sikap inilah yang mendatangkan pertolongan dan bimbingan (inayah wa ri’ayah) dari Allah. Saat seorang hamba berusaha melepaskan diri dari pengaruh setan dalam dirinya, dalam bentuk keinginan kuat untuk bersimpuh di hadapan Allah, maka pada saat yang sama pertolongan Allah datang padanya.
Bimbingan dan dekapan Allah akan langsung ia peroleh. Istagfiru rabbakum innahu kana ghaffara. (Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu sesungguhnya daia maha pengampun.) Semakin ia dekat dan cinta kepada Allah, pertolongan dan bimbingan-Nya akan semakin banyak ia raih. Dalam sebuah hadis qudsi dinyatakan, “Siapa yang mendekat kepad-Ku satu jengkal, Aku akan mendekatinya satu hasta, siapa yang mendekatik-Ku satu hasta, Aku akan mendekatinya lebih cepat dari itu. Dan jika dia mendekat kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan berlari.”
Oleh karena itu, meski Rasulullah manusia ma’shum, yang terhindar dari
segala bentuk dosa dan kesalahan, toh beliau senantiasa mengatakan, “Aku adalah
nabi yang suka bertaubat.” Bahkan dalam satu
riwayat, dalam setiap hari beliau bertaubat lebih dari tujuh puluh kali. Dalam
riwayat lain, lebih dari seratus kali. Tentu
taubat yang dilakukan Nabi bukan untuk tujuan pengampuanan dosa, sebagimana taubatnya
orang awam, namun bentuk taqarrub kepada Allah swt. Bentuk syukur atas
segala nikmat yang diberikan oleh Allah.
Saat para sahabat bertanya perihal mengapa Nabi yang sudah ma’shum namun masih selalu memohon ampun, selalu shalat malam, jawab Nabi adalah: “Apa saya tidak ingin menjadi hamba yang selalu bersyukur kepada-Nya.”
Selain berfungsi sebagai memohon ampunan, bertaubat mendatangkan ekonomi (addu’aul
iqtishad). Perhatikan firman Allah dalam surat Nuh ayat 10-12, “Maka aku
katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, esungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai.”
Taubat sejati menjadi sebab tumbuhnya iman dan ketakwaan di dalam hati, dan
menjadi jalan datangnya cahaya ilmu dari sisi Allah. Keimanan dan ketakwaan berkorelasi erat dengan
kebahagiaan hidup. Baik yang bersifat materi maupun yang bersifat maknawi. Allah
berfirman, “Jika sebuah penduduk negeri berriman dan bertakwa, maka akan aku
bukakan keberkahan dalam hidup. Iman dan ketakwaan akan mendatangkan
kesejahtrean dalam hidup.”
Kehancuran sebuah bangsa kerap dimulai dari kesewenang-wenangan segelintir
orang, yang berkuasa di negeri itu. Ketika
Allah ingin menghancurkan sebiah negeri, maka Dia perintahkan orang yang hidup
mewah di negeri itu untuk melakukan kedurhakaan, lalu Allah binasakan semua
mereka.
Oleh karena itu, jangan tunda untuk bertaubat selagi kita diberi kesempatan.
Sebelum segalanya berlalu, dan pertaubatan kita menjadi sia-sia belaka. Wallau a’lam.
Khutbah Jumat Lengkap dengan Judul Tobat
4/
5
Oleh
Unknown