Dakwah Bilhubb
Ma'syiral muslimin rahimakumullah,
Pada kesempatan ini marilah kita meningkatkan iman
dan takwa kepada Allah, dengan senantiasa memperbanyak amal shaleh. Baik ibadah
mahdah, pribadi, maupun ibadah-ibadah sosial. Dengan itu kita berharap
semoga Allah memberikan bimbingan, taufik hidayah serta pengampunan kepada kita
semua.
Tema kita pada kesempatan ini adalah mengenai
dakwah dengan cinta (dakwah bilhubb). Dakwah artinya ajakan atau seruan kepada kebaikan,
kepada jalan Tuhan. Dalam
al-Quran dakwah merupakan panggilan untuk orang-orang beriman. Setiap orang
beriman diwajibkan berdakwah. Jadi dakwah itu bukan hanya kewajiban para kyai, ulama,
ustaz semata, namun kewajiban setiap individu Muslim sesuai tingkat kemampuan
dan kesanggupan yang dimiliki.
Dalam surat al-Anfal ayat 24 dikatakan: ya ayyuhalladzina
amanu stajibu lillahi warrasulu idza da’akum lima yuhyikum. ”Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul
menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.”
Ayat mengajak kepada setiap
Muslim yang beriman untuk berdakwah. Mengajak kepada jalan Allah, panggilan
kepada kemuliaan. Dalam ayat lain, dakwah disebut sebagai proses transformasi
sosial. Pemberdayaan masyarakat menuju khairu ummah. Dalam surat Ali
Imran ayat 110 disebutkan: kuntum khaira ummatin ukhrijat linnasi ta’muruna
bilma’rufi watanhauna ’anil munkari. ”Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Yusuf Qaradhawi dalam
bukunya, Dakwah di Era Global, mengatakan bahwa dakwah harus dilaksanakan
dengan cinta dan kasih sayang (ad dakwah’ ilal hubb). Bukan
dakwah untuk menanamkan kebencian atau permusuhan. Menurutnya, dakwah itu pada
dasarnya mendekatkan manusia kepada Tuhan, kepada agama, kepada kemuliaan,
kepada kebaikan. Jadi apabila dengan dakwah justru membuat manusia jauh dari agama,
kebaikan, dan kemuliaan maka dakwah yang demikian itu keliru.
Dakwah kepada cinta, kebaikan,
kemanusiaan tersebut dapat dijabarkan dalam tiga hal. Pertama, dakwah
itu harus menanamkan cinta kepada Tuhan. Tujuannya untuk memperkuat akidah
Islamiah. Mengapa menanamkan cinta kepada Allah. Menurut Qaradhawi karena Allah
adalah sumber segala kebaikan dan kenikmatan (huwa masdarun ni’am). Pemberi
segala kebaikan. Sebagaimana disebut dalam an-Nahl ayat 53. ”Dan apa
saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu
ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.”
Karena itu kita harus
cinta kepada Allah. Dan dakwah harus menyadarkan itu supaya manusia tidak sombong.
Dalam ayat lain dikatakan, ”dan Allah melimpahkan nikmat-Nya kepadamu lahir
dan batin.” Semua kemuliaan, kenikmatan, sesungguhnya diberikan kepada
Allah kepada kita. Karena itu kita tidak boleh lupa kepada-Nya.
Kedua, dakwah harus menanamkan
cinta kepada alam semesta. Kita ketahui kerusakan alam di Indonesia, bahkan di
negara-negara lain adalah buah dari sikap manusia yang tidak bersahabat terhadap
alam. Akhirnya terjadilah bencana di sana sini. Seandainya manusia tidak
membuat kerusakan niscaya bencana-bencana itu tidak akan terjadi.
Dalam memperlakukan alam, Islam
memiliki pandangan yang berbeda dengan Barat. Dalam pandangan Barat alam
dijadikan untuk ditaklukkan. Maka kerusakanlah yang terjadi dimana-mana. Dalam
pandangan mereka, manusia adalah makhluk unggul. Sudah tidak saatnya manusia
dikuasai oleh alam seperti pada zaman dahulu. Pikirian manusia tidak boleh
dikungkung oleh persepsi bahwa alam ini maha segala-galanya. Maka lahirlah paham
humanisme, paham yang mengajarkan keunggulan manusia. Ide inilah pada akhirnya mengilhami
manusia menaklukkan alam. Sementara Islam menganggap alam laksana saudara. Ukhuwah
sesama makhluk Allah. Karena itu kita disuruh bersahabat dengan alam. Dan sebagai
khalifah fil ardh, manusia tidak hanya disuruh bersahabat, tetapi juga
memelihara. Menjaga kelestarian alam. Dalam suatu riwayat, tutur Qaradhawi, ketika
Nabi dalam suatu perjalanan ditemani para sahabat, bertemu dengan gunung Uhud. Kemudian
Nabi berkata, ”Ini adalah Uhud, gunung yang mencintai kita dan kita
mencintainya.”
Ketiga, dakwah itu harus
menanamkan cinta kepada manusia dan kemanusiaan. Artinya, kita sangat berharap manusia
memperoleh kebaikan. Kita ingin manusia mendapat bimbingan. Kita senang kalau
saudara-saudara kita memperoleh kemuliaan. Dan menurut Qaradhawi mula-mula
cinta kepada manusia dan kemanusiaan itu dimulai dari cinta kepada sesama kaum
muslimin dan kemanusiaan secara umum, sejauh orang-orang itu tidak memusuhi
kepada kita. Tidak mengusir kita dari rumah-rumah kita, dari kantor-kantor
kita. Jadi tidak hanya ukhuwah islamiyah tetapi ukhuwah basyariah.
Tentang hal ini Qaradhawi
mengutip satu hadis: ”Saat Nabi berdakwah beliau dilempari batu hingga beliau
terluka. Maka oleh banyak orang beliau diminta mendoakan kehancuran kepada kaum
yang menganiaya tersebut. Tapi Nabi menolak. Beliau berkata, ’Saya tidak mau
melaknat kaum itu. Justru saya berharap kelak diantara mereka lahir orang-orang
yang menyembah Allah yang Esa.’ Maka Nabi berdoa, ’Ya Allah, berilah petunjuk
kaumku sesungguhnya mereka tidak tahu.”
Itu contoh dakwah
persuasif, dakwah dengan cinta yang ditunjukkan oleh Rasulullah Saw. Dan dakwah
seperti ini dilanjutkan oleh ulama-ulama berikutnya. Bahkan ditunjukkan oleh Imam
Asyahid Hasan al-Banna. Dalam tulisannya beliau mengetakan: ”Saya akan
memerangi manusia dengan cinta. Bukan dengan pedang.”
Semoga khutbah singkat ini menjadi
renungan bagi kita semua. Amin.
Khutbah Jumat Pilihan dengan Judul Dakwah Bil Hubb
4/
5
Oleh
Unknown